Menengok Rumah Raja Manganitu WMP Mocodompis di Sangihe



JEJAK sejumlah kerajaan yang pernah berkuasa di Kepulauan Sangihe hingga kini masih bisa dilihat. Satu di antaranya Rumah Raja Manganitu.

Berlokasi di Desa Taloarane, Kecamatan Manganitu. Berjarak sekira 8 kilometer dari Pelabuhan Kapal Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Bangunannya sederhana. Berlantai satu. Memanjang ke belakang. Ukuran rumah raja ini kira-kira 15 m x 25 m dengan tinggi 7 meter. Luas halamannya kini sekira 1 ha.

Sisi kiri terdapat dua pohon tua nan rimbun. Kira-kira berdiameter satu meter. Model bangunannya, khas rumah peninggalan Belanda masa sebelum Indonesia merdeka.

Atapnya tinggi. Pintu dan jendelanya besar-besar dan banyak ventilasi yang berfungsi sebagai saluran pengaliran udara.



Dinding bangunannya dibuat dari kayu dan bambu yang dianyam serta ditutup dengan plesteran semen, pasir dan kapur.

Anyaman bambu ini terlihat di salah satu bagian dinding ruangan yang telah terkelupas.

Istana ini dibangun awal abad XX oleh Raja Welem Manuel Pandensolong Mocodompis yang memerintah pada 1905 – 1944.

Raja Welem Mocodompis adalah putra Raja Manganitu ke-15 bergelar Tanawata yang beristrikan Ella Loise Kansil, putri Raja Manalang Kansil di Siau.

Saya merasa beruntung bisa mampir di istana ini pada hari pertama menginjakkan kaki di Kepulauan Sangihe, Jumat (25/3/2022) sore.

Saya datang bersama tim Tribun Manado dan Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kabupaten Kepulauan Sangihe Femmy Montang dan stafnya.



Kami diterima Opo Sema Mocodompis, keturunan kelima Raja Mocodompis. 

Sore itu, tetiba hujan deras saat saya hendak memasuki halaman Rumah Raja Manganitu. Namun hujan tak berlangsung lama.

Kami senang karena dibolehkan memasuki semua ruangan di rumah raja tersebut. Termasuk ruang kerja dan kamar tidur raja. Di dalam kamar itu terlihat ada ranjang besar.

“Ranjang ini dulunya adalah tempat tidur Raja Welem Mocodompis,” ujar pemilik nama lengkap Femmy Elsye Oktoviane Montang, SE, Ak, M.Acc ini.

Juga masih ada lemari berisi keramik dan benda-benda peninggalan kerajaan yang terbuat dari kuningan

Di dalam istana ini, juga masih ada lemari berisi banyak buku-buku berbahasa asing. Diletakkan di ruang keluarga.

Saya sempat berkeinginan memegang dan membuka lembaran-lembaran buku tersebut. Namun karena khawatir robek, saya mengurungkan keinginan membuka buku-buku itu.


Sementara di bagian ruang tamu terlihat beberapa foto hitam putih yang mengabadikan raja dan keluarga Kerajaan Manganitu.

Puas menyusuri setiap ruangan Istana Raja Manganitu, kami kemudikan disuguhkan teh, kopi, dan pisang goreng panas.

Kami pun menikmati hidangan itu di ruang keluarga Istana Raja Manganitu. Sungguh nikmat. Apalagi suhu udara sore itu terasa dingin seusai hujan.

Selain rombongan dari Disparda Sangihe, sore itu turut hadir Camat Manganitu Julian Pesik.

Sembari menikmati hidangan, Femmy Montang pun memberi kami penjelasan tentang kerajaan-kerajaan yang pernah memerintah di Kepulauan Sangihe dan wilayah-wilayah kekuasaannya.

Selain Kerajaan Manganitu (1600-1949) katanya, di Kepulauan Sangihe juga pernah ada Kerajaan Kendahe (1570-1893), Kerajaan Tabukan (1530- 1953), maupun Kerajaan Sawang.

Juga pernah ada Kerajaan Tamako, Kerajaan Tahuna, Kerajaan Kolongan, Kerajaan Kauhis, hingga Kerajaan Limau.

Namun Kerajaan Manganitu dianggap paling eksis. Sebab istana raja, perlengkapan raja dan hingga makam raja-rajanya masih bisa dilihat hingga sekarang.

Setiap 20 Agustus juga ada peringatan meninggalnya Raja Manganitu MH Mocodompis yang meninggal pada 20 Agustus 1880. Raja bagi orang Sangihe disebut Kulano.

Hari sudah mulai gelap saat Kami meninggalkan Rumah Raja Manganitu. (jumadi mappanganro)

Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul Mengunjungi Rumah Raja Manganitu Welem Mocodompis di Kepulauan Sangihe 

Komentar